Kembalikan Fitrah Pendidikan!

Siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, dialah orang yang beruntung. Begitulah Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada kita, bahwa setiap hari harus ada peningkatan, ada trafik perkembangan ke arah yang lebih baik. Sebab, siapa yang hari ini masih sama dengan kemarin, disebut orang rugi. Meminjam istilah pesantren, “wujuduhu ka ‘adamihi”, adanya seperti tidak ada.Yang lebih parah lagi, siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin, dialah orang yang celaka, nasibnya sial dan ujung-ujungnya akan berakhir pada penyelasan.
 

 

Kembalikan Fitrah Pendidikan!
By R. Taufiqurrochman

 

Siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, dialah orang yang beruntung. Begitulah Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada kita, bahwa setiap hari harus ada peningkatan, ada trafik perkembangan ke arah yang lebih baik. Sebab, siapa yang hari ini masih sama dengan kemarin, disebut orang rugi. Meminjam istilah pesantren, “wujuduhu ka ‘adamihi”, adanya seperti tidak ada.Yang lebih parah lagi, siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin, dialah orang yang celaka, nasibnya sial dan ujung-ujungnya akan berakhir pada penyelasan.

Dunia pendidikan kita hari ini tercoreng dengan adanya kasus tawuran antara pelajar. Pemerintah, guru, orang tua, para pemerhati pendidikan dan bahkan masyarakat juga kebingungan bagaimana mengatasi hal itu. Oleh sebab itu, bagaimana pun pendidikan harus kembali ke “rel”-nya, yakni mendidik anak menjadi manusia yang sempurna, memahami dirinya sendiri dengan benar dan muaranya, ia dapat mengenali Tuhan-Nya dan mendekat kepada-Nya. Inilah intisari pendidikan.

Pendidikan yang hanya bersifat “transfer ilmu pengetahuan” hanya akan melahirkan pendidikan formalitas yang kering akan nilai-nilai moral, apalagi nilai keagamaan. Pada akhirnya, sekolah hanya akan menjadi rutinitas belaka, untuk mengisi waktu luang, mencari teman bermain,membentuk kelompok dan gang, lalu sekolah menjadi “markas” untuk saling memupuk kekuatan dan mencari permusuhan.

Pendidikan yang hanya mengajarkan ilmu lisan dan ilmu tulisan, hanya akan mewujudkan pendidikan yang hampa. Padahal, selain itu, para pendidik perlu memberi “ilmu haal”, yakni contoh yang benar, teladan yang baik, prestasi yang bisa ditiru dan dibanggakan oleh peserta didiknya. Tanpa teladan dari guru, peserta didik seperti belajar di ruang hampa yang hanya berisi “omong kosong”.

Pendidikan semestinya memberikan cahaya. Sekolah harusnya menjadi pelita bagi peserta didik. Sebuah tantangan besar, bagaimana caranya menjadikan sekolah, kampus dan lembaga pendidikan sebagai tempat yang amat dirindukan oleh para siswa. Kenyataannya, saat ini, anak-anak kita malah seperti masuk penjara saat mereka berangkat ke sekolah dan seakan bebas lepas dari segala tekanan saat pulang sekolah. Sekolah begitu menakutkan, sangat menekan jiwa, penuh derita dan hal-hal lain yang menghimpit kejiwaan siswa.

Bila kondisi “terkekang” itu dibiarkan, maka mereka akan mencari saat lain dimana mereka bisa mengekspresikan segala emosinya. Karenanya, tak heran bila para siswa kita gampang marah, mudah tersinggung dan tidak mengerti sopan santun. Sekali mereka diusik oleh siswa dari sekolah lain, darahnya mendidih. Semua penat dan stres di jiwa, mereka tumpahkan dalam tawuran dan saling jotos.

Pendidikan semestinya juga harus bebas dari politik kekuasaan. Panggung politik yang ikut ditampilkan di dunia pendidikan, hanya akan mengajarkan kebencian dan kepalsuan. Slogan demokrasi yang dibungkus rapi dan disuguhkan di tengah sekolah, sebenarnya hanyalah “nyanyian palsu” yang tidak ada manfaatnya. Karena itu, bebaskan sekolah dari percaturan politik!

Pendidikan semestinya jangan berbasis “proyek”. Sebaik apapun kurikulumnya, seindah apapun visi-misi dari sebuah sekolah, serapi apapun rencana pendidikan yang disusun para guru dalam berbagai seminar dan workshop, pada akhirnya hanya akan menjadi “sampah” bagi pendidikan. Sebab, sekolah telah menjadi proyek dan ladang mencari keuntungan materi.

Karena itu, bebaskan sekolah dan siswa kita dari riak-riak “kemusyrikan pendidikan” agar pendidikan di Indonesia kembali kepada fitrahnya. Bahwa, pendidikan harus berbasis tauhid, pengenalan diri sendiri hingga pencapaian mengenal dan mendekati Allah. Pendidikan harus menjadi sumber cahaya yang mencerahkan dan menyenang siswa dalam menuntut ilmu. Dan, pendidikan harus bebas dari intrik politik dan proyek palsu.

Maka, kembalikan pendidikan di Indonesia kepada fitrahnya. Segera, sekarang dan jangan ditunda-tunda lagi sebelum pendidikan mengalami kerugian dan anak didik. 

 

Related posts

Benarkah Tulisan Huruf Alfabet Mampu Mewakili Tulisan Arab Secara Presisi?

by adminfitk
5 years ago

Sejarah Peradaban dan Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Assalamualaikum Beijing

by adminfitk
8 years ago

My Arabic‟s Journey

by adminfitk
5 years ago
Exit mobile version