JURUSAN PAI – Setelah sukses menggelar kuliah tamu yang menghadirkan tokoh nasional, Jurusan PAI langsung tancap gas mengadakan workshop kurikulum yang melibatkan seluruh dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) FITK UIN Maliki Malang bertempat di Hotel Filadelfia Batu [13-14/9/2013]. Kegiatan workshop kurikulum itu sangat spesial, karena selain dibuka oleh Rektor, juga dihadiri jajaran para pimpinan wakil rektor.

            Ketika menyampaikan sambutan, rektor UIN Maliki Malang, Mudjia Rahardjo, sangat mengapresiasi dan mensupport atas kegiatan workshop kurikulum PAI guna merespon perkembangan dan perubahan zaman. Untuk mengembangkan kurikulum yang responsif itu, selain harus disusun secara up to date, juga memerhatikan nilai-nilai kompetitifnya. “Salah satu tuntutan global saat ini yaitu menghadapi masyarakat kompetitif, apakah sanggup jurusan kita (PAI) memproduk lulusan yang kompetitif itu.” terang Mudjia.

            Sementara itu, dalam paparan kebijakan pengembangan kurikulum ditingkat universitas, yang disampaikan wakil rektor bidang akademik, M. Zainuddin, menyatakan bahwa kurikulum kita harus compatible dengan zaman. “Kurikulum kita harus match dengan dunia kerja, tidak cukup hanya dengan memberikan pengetahuan yang dihimpun dalam berbagai macam matakuliah, tapi tidak match dengan dunia kerja,” pasalnya.

Selain itu, kurikulum PAI juga harus mampu kompetitif dengan lembaga lain, sebab Jurusan PAI FITK UIN Maliki Malang harus punya dayabeda dengan jurusan PAI lainnya. Kegiatan workshop seperti ini sudah semestinya untuk menata ulang kurikulum yang efesien dan efektif. “Perlu meninjau kembali matakuliah yang terlalu banyak (over lapping), bahkan kadang-kadang tumpang tindih, bila perlu dibuat marger (digabung),” kata Zainuddin.

            Kurikulum kita harus kontekstual, perlu diidentifikasi matakuliah agar relevan dengan visi-misi, tujuan universitas dan tuntutan zaman. Kurikulum yang kita kembangkan ke depan harus berbasis nilai-nilai karakter (base caracter value), setiap mengajarkan mata kuliah harus integratif, yang mengaitkan antara konten al-Qur’an dan hadis dengan perkembangan sains (ilmu pengetahuan), atau sebaliknya. Jurusan PAI diharapkan memiliki laboratorium al-Qur’an dan Hadits, yang mampu menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang terkait dengan pendidikan, misalnya PAUD, pendidikan SEKS, kejadian manusia, dan seterusnya sehingga lab. microteching dapat menjadi sumber belajar yang luas dan mumpuni.

            Hakikat kurikulum yaitu menjadi guide (petunjuk) para dosen/pendidik agar ketika mengajar di kelas tidak kemana-mana, dapat fokus sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sekalipun sebenarnya juga sangat fleksibel, meresponcurrent issues (merespons isu-isu) terkini. Kurikulum FITK harus memiliki keunggulan dan dayabeda (distingsi/mazaya), yang berbeda dengan fakultas tarbiyah di seluruh perguruan tinggi lain. “Kita sudah memiliki trade mark integrasi dan ulul albab, yang menjadi slogan dan paradigma keilmuan universitas, sehingga semua mahasiswa kita harus mampu memadukan antara isi al-Qur’an dan hadits dengan sains/ilmu pengetahuan, atau sebaliknya,” kata Zainuddin.

             Langkah Jurusan PAI menggelar workshop kurikulum ini bertujuan untuk merespon penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) serta implementasi kurikulum 2013. Kegiatan yang mengambil tema: “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Menuju Standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia” itu menghadirkan narasumber Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd, guru besar Universitas Negeri Malang (UM). Dalam paparannya, Djoko Saryono, mengungkapkan hampir setiap hari ada temuan baru. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sementara kurikulum belum tentu setahun sekali dikembangkan. “Setiap 20 jam per hari selalu ada temuan baru, sedangkan kurikulum belum tentu ditinjau setiap tahun sekali” Kata Djoko.

            Sudah saatnya kurikulum harus dirancang untuk masa kini dan lebih-lebih masa depan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat global. KKNI dijadikan sebagai terobosan baru guna membangun modal intelektual, modal kreatif, nir kasatmata maupun kasatmata, termasuk didalamnya model-model spiritual. Selain itu, KKNI mencoba memetakan standar global yang dibutuhkan sumberdaya manusia Indonesia, karena pada tahun 2015, kita menjadi bagian dari komunitas ASEAN, yang bukan hanya barang yang bebas, akan tetapi tenaga kerja juga bebas. Karenanya, standart global sudah seharusnya diperlukan bagi geranasi mendatang untuk membekali era kompetitif itu. [hid]Penulis: Mujtahid