Agustus 2016, 3 tahun lalu nama siswa berganti dengan mahasiswa. Aku mungkin salah satu orang yang beruntung karena bisa diterima di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). PTKIN yang kental dengan ajaran Islamnya dan terletak di pusat kota Malang, yaitu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dari banyaknya jurusan di

Bukan Sekadar Kuliah

Oleh Indah Fauziah (Mahasiswa PBA Angkatan 2016)

 

Agustus 2016, 3 tahun lalu nama siswa berganti dengan mahasiswa. Aku mungkin salah satu orang yang beruntung karena bisa diterima di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). PTKIN yang kental dengan ajaran Islamnya dan terletak di pusat kota Malang, yaitu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dari banyaknya jurusan di sini, aku diterima di jurusan pendidikan bahasa arab lewat jalur tes UMPTKIN. Menjadi mahasiswa di sini tidak seperti mahasiswa PTKIN lainnya karena mahasiswa baru diwajibkan untuk tinggal di ma‟had selama satu tahun atau dua semester. Mahasiswa baru UIN juga dikenal dengan sebutan mahasantri.

Sebagai mahasiswa dan juga mahasantri cukup berat bagiku. Jadwal kuliah sudah sangat padat ditambah lagi dengan kegiatan di ma‟had yang tak kalah padatnya juga. Setelah kuliah reguler dari pagi sampai siang kemudian dilanjutkan dengan PPBA (Program Pengembangan Bahasa Arab) sampai malam. Kegiatan ma‟had di sela-sela jadwal kuliah reguler dan PPBA, yaitu shobah al-lughah setelah subuh, kemudian dilanjutkan taklim al-qur‟an di hari Senin dan rabu, ta‟lim afkar di hari selasa dan kamis. Kegiatan ta‟lim ini dari jam 06.00 sampai 07.40. Di sore hari ada kegiatan rutinanyang dinamakan kegiatan kesantrian seperti muhadlarah dan pembacaan istighotsah maupun diba‟iyah.

Kegiatan boleh padat tapi jangan lupa untuk mengenal lingkungan dan orang-orang sekitarmu. Disini aku mengenal orang- orang baru dari berbagai daerah dan jurusan. Mulai dari teman kamar di mabna, sekelasshobah al-lughah, sekelas ta‟lim afkar.semabna/asrama, sejurusan, dan sekelas PPBA. Dari banyaknya orang-orang yang kukenal disini, aku paling dekat dengan teman kamar di mabna, kami saling berbagi keluh kesah maupun kebahagiaan. Wajar jika kami sekamar sangat dekat karena dari membuka sampai menutup mata kami bertemu. Sungguh indah masa-masa bersama mereka, sama-sama mahasiswa baru yang belum mengerti apa-apa akan dunia perkuliahan tapi kami selalu menguatkan satu sama lain.

Setahun telah kulalui, akhirnya tibalah malam muwadda‟ah atau perpisahan ma‟had. Dulu malam ini adalah malam yang ditunggu-tunggu karena sudah lelah rasanya dengan kegiatan ma‟had dan juga peraturan-peraturannya. Jika tidak mengikuti kegiatan ma‟had maka akan terkena sanksi yang cukup membuat begadang semalam suntuk. Ternyata ketika sudah sampai di titik ini, rasanya aku tidak ingin berpisah khususnya dengan teman-teman kamar. Satu persatu temanku meninggalkan mabna menuju tempat tinggal barunya, sedangkan aku belum bisa pindah ke tempat baru dikarenakan menunggu pengumuman musyrifah.

Musyrifah adalah pengurus ma‟had yang bertugas mengurusi segala hal yang ada di ma‟had dan mendampingi mahasantri. Menjadi musyrifah harus sudah semester 3 ke atas dan mendapatkan fasilitas bisa tinggal di ma‟had. Aku pun tertarik menjadi musyrifah, akhirnya aku mendaftarkan diri. Berkat doa dari ibu bapak, aku diterima menjadi musyrifah dari sekian banyak pendaftar. Ini artinya Allah mengabulkan doaku yang ingin mengabdi dan mengamalkan ilmu. Disinilah perjalananku baru saja dimulai.

Tugas seorang musyrifah berbeda dengan mahasantri. Dulu hanya mengikuti kegiatan yang memang sudah diwajibkan tapi sekarang mengatur semua kegiatan mahasantri. Awal menjadi musyrifah benar-benar berat bagiku, aku harus menyesuaikan banyak hal, yang dulunya semangat masih naik turun ketika mengikuti kegiatan ma‟had tapi sekarang harus tetap semangat dalam mengikuti semua kegiatan karena posisinya sudah berbeda. Kegiatan ma‟had yang padat dan jadwal kuliah yang juga padat, membuatku tidak bisa membagi waktu antara keduanya, seringkali aku keteteran. Ketika tugas di ma‟had menumpuk, akhirnya aku memilih tidak mengerjakan tugas kuliahku.

Memang berat tanggung jawab sebagai musyrifah, mau tidak mau aku harus menyelesaikan setahun pengabdian ini. Ketika itu aku berencana tahun depan tidak tinggal di ma‟had lagi, artinya aku tidak mendaftar sebagai musyrifah lagi. Karena rasanya saat itu hidupku berantakan, kuliahku tidak terurus, dan IP ku menurun drastis di semester 3. Belum lagi masalah yang terjadi di mabna yang juga menuntut kita untuk mnjadikan prioritas di antara urusan pribadi. Segudang kegiatan ma‟had dan tugas kuliah yangmenumpuk, disisi lain dari sini aku bisa mendapatkan keluarga kedua. Teman sesama pengurus ma‟had dan adik-adik yang kudampingi, merekalah obat kerinduanku akan kehangatan keluarga, merekalah keluargaku disini. Setahun pengabdian telah terlewati, aku tidak menyangka bisa melewati ini semua. Akhirnya kuputuskan untuk mendaftar lagi sebagai musyrifah dikarenakan aku sudah nyaman disini dan juga ingin melanjutkan pengabdian di ma‟had. Tahun kedua pengabdian aku ditempatkan di mabna Khadijah Al-Kubro sebagai CO devisi ta‟lim al-qur‟an. Diamanahi jabatan CO itu aku berusahasemaksimal mungkin menjadi CO yang baik.

Tahun pengabdian kedua ini aku lebih bisa memanajemen waktu dikarenakan belajar dari pengalaman pengabdian di ma‟had sebelumnya. Aku berencana tahun ini terakhir menjadi musyrifah dan tahun depan ingin fokus kuliah karena sudah semester7. Tapi hati berkata lain, nyaman memangtidak ada duanya, aku sudah terlanjur betah tinggal disini sekalipun padat kegiatan. Akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar menjadi musyrifah lagi di semester 7.

Semester 7, semester sibuk-sibuknya skripsi dan mulai serius dengan kuliah. Di saat teman-temanku yanglain sudah mengerjakan prposal skripsi, aku masih sibuk dengan kegiatan dan tugas ma‟had. Hal itu memang sudah menjadi konsekuensi, aku harus berjuang lebih keras lagi. aku yakin bisa menyusul ketertinggalanku ini. Aku tidak menyesal dengan keputusanku yang memilih menjadi musyrifah lagi. dari sini aku belajar banyak hal, tentang kepemimpinan, manajemen waktu, bekerjasama dalam tim, menjadi sosok yang mengayomi untuk adek-adek, dan juga belajar public speaking.

Berbagai hal baru aku dapatkan ketika menjadi musyrifah yang mungkin tidak akan didapatkan dari bangku kuliah. Di bangku kuliah aku mendapatkan materi dan menjadi musyrifah selama kurang lebih 3 tahun ini aku mendapatkan beribu pengalaman. Pengalama-pengalaman yang sangat bermanfaat di kehidupanku selanjutnya setelah lulus S1. Dengan menjadi musyrifah, aku tidak sekadar kuliah saja, aku tidak sekadar mengetahui materi-materi perkuliahan, tapi aku bisa langsung mempraktikkannya di kehidupan nyata.