Senin 3 Maret 2014, hari pertama kami, mahasiswa dari Internasional Class Program, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan tiba di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Sekolah yang berlokasi di Kuala Lumpur, tepatnya No.1 Lorong Tun Ismail 50480, Kuala Lumpur, Malaysia. Program yang baru dilaksanakan pertama kali oleh Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang agaknya akan menjadi program yang menarik. Program PKL yang ditempatkan di luar negeri ini, khususnya di Malaysia diharapkan akan mampu memberikan sumbangan yang berarti  bagi pendidikan yang ada di Indonesia.

Hari Senin merupakan hari penyerahan mahasiswa yang akan PKL kepada pihak sekolah sebagai tempat yang akan digunakan untuk observasi sekaligus praktek mengajar. Penyerahan Mahasiswa kepada pihak sekolah dilakukan oleh wakil Dekan bidang Akademik, Ibu Dr. Sulalah, disertai oleh Ibu Lutfi dan Bapak Imam Bani.

imageKesan pertama tiba di Indonesian School of Kuala Lumpur, di luar dugaan kami. Awalnya kami mengira bahwa SIKL adalah sekolah bernuansa Melayu dengan kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia, baik dari sistem pendidikan maupun warga sekolahnya. Namun ternyata, setelah kami bertemu dengan perwakilan sekolah yaitu Bapak Sungkono sebagai Wakasek dan Ibu Nunik di bagian Humas, kami baru mengetahui bahwa SIKL merupakan sekolah yang murni Indonesia.

Mulai dari Kepala Sekolah, jajaran guru, murid dan sistem pendidikannya adalah dari Indonesia dan untuk Indonesia. Usut punya usut, Bapak Sungkono yang menyambut kami pun memberikan statement bahwa “SIKL, adalah lebih berperan sebagai pelayan pendidikan yang berada di Malaysia. Bukan hanya pendidikan, namun juga sebagai pusat kebudayaan Indonesia yang berada di Malaysia.”

Terang saja, kami yang kebetulan ditempatkan di SIKL diantaranya adalah Faridatun Ni’mah, Hari Budi Setyawan dan Taufiq A. Simon langsung merasakan atmosfir Indonesia yang begitu kental. Kami merasa berada di tanah air. Bahkan mungkin, Nasionalisme yang ada di SIKL terasa lebih lekat daripada ketika kita berada di sekolah di Indonesia. Beberapa faktor diantaranya adalah karena di SIKL ini, kami menemukan semua suku bangsa dari Sabang sampai Merauke dan agama yang berbeda pula. Faktor yang lain mengapa Nasionalisme di SIKL lebih terasa adalah karena adanya pelajaran ekstra seperti tari daerah, alat musik tradisional seperti angklung dan gamelan, marching band, dan lain sebagainya.

Hal yang perlu disoroti lagi dari SIKL  bahwa SIKL ini merupakan sekolah yang terdiri dari TK, SD, SMP dan SMA. Guru yang berada di SIKL tersebut mengajar mata pelajaran sesuai dengan bidangnya, mereka mengajar mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA. Mereka tidak hanya mengajar satu tingkatan saja, akan tetapi semua tingkatan, sehingga guru yang berada di SIKL harus menguasai semua materi dari semua tingkatan.

 Indonesian School of Kuala Lumpur adalah bukti betapa pemerintah begitu memperhatikan pendidikan, bahkan untuk warganya yang berada di Luar Negeri sekalipun. Dari SIKL ini, tentu saja ada banyak hal yang bisa dipelajari untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada di Indonesia. 

imageBapak Sungkono juga menambahkan, bahwa lokasi SIKL tidak hanya digunakan untuk proses belajar mengajar saja, akan tetapi ada satu waktu dimana para TKI yang ada di Malaysia bisa datang untuk mengikuti sekolah terbuka. Acara bertemakan budaya Indonesia pun kerap diselenggarakan untuk memperkokoh persatuan bangsa Indonesia, meski berada di negeri orang. Oleh karena itu, SIKL ini lebih dikenal sebagai “Centre For Education and Culture Embassyof the Republic Indonesia”. Begitulah Indonesia, tidak cukup kita sebagai warga negara Indonesia merasa puas hanya dengan melihat apa yang ada di dalam negeri, akan tetapi di luar batas wilayah Indonesiapun, bangsa Indonesia tetap berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa.

 Hari pertama di Indonesian School of Kuala Lumpur, seperti membuka cakrawala baru untuk pendidikan Indonesia. Dimanapun kita berada, tetaplah bendera Merah Putih yang dikibarkan di dalam hati. (fa)