Sebenarnya butuh apa sih siswa dalam proses belajar bahasa Arab?

Tantangan Mengajar Bahasa Arab, Karena Rencana Tidak Selalu Sesuai Dengan Kenyataan

Oleh Masyrufah (Mahasiswa PBA Angkatan 2016)

 

Sebenarnya butuh apa sih siswa dalam proses belajar bahasa Arab?

Stigma pembelajaran bahasa Arab adalah pembelajaran bahasa yang sulit dan membosankan hingga saat ini masih menggema di pikiran pelajar utamanya pelajar di sekolah menengah Islam, maklum saja pada masa ini mereka masih memiliki pengalaman sedikit tentang belajar bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah atau di Taman Pendidikan Quran (TPQ) belum lagi kalau pelajarnya adalah lulusan dari SD yang sebelumnya belum pernah bersentuhan dengan pelajaran bahasa Arab lalu masuk MTs maka tentu hal ini menjadi tantangan bagi pelajar itu  sendiri serta  bagi guru bahasa Arab untuk berusaha menyamaratakan pembelajaran dalam kelas.

Seperti yang saat ini saya alami sebagai mahasiswa yang sedang melakukan praktrek kerja lapangan (PKL) periode bulan Juli – September 2019, ketika saya bertanya kepada beberapa murid tentang kenapa di kelas ramai, tidak memperhatikan pembelajaran, rata-rata mereka menjawab karena saya tidak suka bahasa Arab, bahasa Arab sulit dan membosankan.

Saya paham tentang alasan mereka, karena dulu saya merasa hal itu terjadi pada saya dan teman-teman saya. Memang mempelajari sesuatu hal yang asing dan tidak ada di kehidupan kita sehari-hari adalah hal yang sulit, utamanya bahasa yang keberhasilannya sangat tergantung pada pembiasaan dan lingkungan yang mendukung.

Tiga kali tatap muka bersama siswa dalam kelas mata pelajaran bahasa Arab, saya masih belum bisa memahami pola belajar yang mereka sukai, padahal dalam setiap pertemuan, saya telah mencoba beberapa metode, strategi dan media,  namun hasilnya tetap sama, kendalanya adalah karena ramainya kelas dan saya sendiri tidak bisa menangani hal ini dengan perencaan yang sebelumnya saya tulis di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sehingga saya sulit untuk bisa menyampaikan pesan terhadap siswa saya.

Pada satu kesempatan ada event perlombaan yang saya manfaatkan untuk mendekati siswa-siswa saya, yaitu lomba mading. Di lomba ini saya manfaatkan penuh waktu saya untuk membantu mereka membuat mading sekreatif mungkin hanya dengan satu tujuan yaitu untuk memperkenalkan diri saya dan mengenal mereka lebih dekat, dengan harapan mereka dapat memahami saya nantinya ketika saya menemani mereka belajar bahasa Arab di kelas.

Pada minggu selanjutnya saya memasuki kelas siswa saya, dan ada sedikit perubahan di mana saya lebih merasa relax serta siswa yang lebih tertib dibandingkan tiga minggu yang lalu. Dari pengalaman ini saya bisa ambil hikmah bahwa ada poin khusus yang memang seharusnya guru miliki, salah satunya adalah:

Seorang guru harus bisa mengenali siswanya begitu pula sebaliknya, seperti kata pepatah yang tak hentinya dijadikan acuan bahwa tak kenal maka tak sayang. Bagaimana siswa akan merasa nyaman belajar di kelas jika misal gurunya acuh tak acuh terhadap siswanya, apalagi siswa yang masih dalam sekolah tingkat dasar dan menengah di mana mereka masih banyak memerlukan perhatian dan mereka yang masih banyak cari perhatian dari guru mereka.

Hal ini memang sulit dan membutuhkan waktu yang lama mungkin tidak akan cukup hanya dengan 4 atau 5 pertemuan saja yang hanya dilakukan dalam proses belajar mengajar. Dari sekian banyak tuntunan sikap dan sifat seorang guru yang paling penting adalah menciptakan kenyamanan dalam belajar.

Dengan membuat siswa merasa nyaman belajar maka stigma buruk tentang pembelajaran bahasa Arab akan terkikis perlahan demi perlahan, karena ruh seorang guru adalah yang terpenting dari sekian perangkat pembelajaran.

Tulisan ini telah dimuat di:

https://www.kompasiana.com/rufah/5d71bdfb097f361385399cb2/tant angan-mengajar-bahasa-arab-karena-rencana-tidak-selalu-sesuai- dengan-kenyataan